Universitas Gadjah Mada

Universitas Ternama Di Indonesia.

FK UGM

Menyelamatkan Nyawa Orang Banyak.

Program Studi Ilmu Keperawatan

Care and Profesional.

Rumah Sakit Sarjito

Rumah Sakit unggulan dalam bidang Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian di Asia Tenggara.

Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada

Pelayanan Kualitas Dengan Menunjang Riset dan Pendidikan.


Jumat, 18 Oktober 2013

KECERDASAN DALAM MENYELESAIKAN MASALAH (AQ) INDIVIDU

Kecerdasan Adversitas atau bisa disebut sebagai Adversity Quotient (AQ) adalah kemampuan untuk bertahan ditengah-tengah halangan dan rintangan dan mengubahnya menjadi peluang (Stolt,2007). Kecerdasan adversitas merupakan faktor yang paling penting dalam meraih kesuksesan. Menurut Stolzt (2000) suksesnya pekerjaan dan hidup terutama ditentukan oleh adversity quotient. Selain itu AQ juga meramalkan kinerja, motivasi, pemberdayaan, kreativitas, produktivitas, pengetahuan, energi, pengharapan, kebahagian, vitalitas dan kegembiraan, kesehatan emosional, kesehatan jasmani, ketekunan, daya tahan, perbaikan sedikit demi sedikit, tingkah laku, umur panjang, respon terhadap perubahan.
      Peran adversity quotient dalam kehidupan menurut Stolzt (1999) adalah sebagai berikut:
1.   Daya Saing
     Seligman dan Satterfield menemukan bahwa reksi adversitas yang lebih optimal akan lebih membuat agresif dan berani mengambil resiko , tetapi jika reaksi pesimis terhadap adversitas akan lebih pasif. Orang yang berespon konstrukstif terhadap adversitasnya akan lebih dapat mempertahankan energi, fokus dan kesuksesanya. Namun ketika seorang berespon dektruktif akan membuat kehilangan semangat atau berhenti berusaha. Kompetisi akan memuculkan harapan, kelincahan dan kesenangan yang tinggi dimana akan menjadi pengaruh yang besar pada kehidupan.
2.   Produktivitas
     Dalam penelitiannya di  Metropolitan Life Insurance Company,  Seligman membuktikan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik akan kurang berproduksi dan kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespon kesulitan dengan baik.
3.   Kreatifitas
     Inovasi pada pokoknya merupakan tindakan berdasarkan suatu harapan. Inovasi membutuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak ada dapat menjadi ada. Menurut Barker (Stolzt, 2000), kreatifitas juga muncul dari keputusasaan. Oleh karena itu, kreatifitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti.
4.   Motivasi
     Penelitian yang dilakukan Stolzt menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai motivasi yang kuat mampu menciptakan peluang dalam kesulitan, artinya seseorang dengan motivasi kuat akan berupaya menyelesaikan dengan menggunakan segenap potensi.
5.   Mengambil resiko
     Penelitian yang dilakukan Satterfield dan Seligman  menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai  AQ tinggi lebih berani mengambil resiko dari tindakan yang dilakukan. Hal itu dikarenakan seseorang dengan  adversity quotient AQ tinggi merespon kesulitan secara lebih konstruktif.
6.   Perbaikan 
     Seseorang dengan AQ yang tinggi senantiasa berupaya mengatasi kesulitan dengan langkah maju dan melakukan perbaikan. Stolzt menemukan bahwa orang-orang yang memiliki AQ lebih tinggi menjadi lebih baik. Sedangkan orang-orang yang AQ nya lebih rendah menjadi lebih buruk.
7.   Ketekunan
     Ketekunan adalah kemampuan untuk terus berusaha. Seseorang yang merespon buruk ketika berhadapan dengan kesulitan, maka ia akan mudah menyerah. AQ menentukan keuletan yang dibutuhkan untuk bertekun.
8.   Belajar 
     Menurt Carol Dweck  membuktikan bahwa anak-anak yang  merespon secara optimis akan banyak belajar dan lebih berprestasi dibandingkan dengan anak- anak yang memiliki pola pesimistis. 
9.   Merangkul perubahan
     Penelitian Stozlt menemukan bahwa orang-orang yang memeluk perubahan cenderung mnerespon kesulitan secara lebih konstruktif.
10.  Keuletan, Stress, Tekanan, dan Kemunduran
      Psikolog anak Emmy Werner menemukan anak-anak yang ulet adalah perencana yang mampu menyelesaikan masalah dan mereka yang bisa memanfaatkan peluang.
Sumber : Stolzt,P. 1999. Adversity Quotient Faktor Paling Penting Meraih Sukses. Cetakan 7.Jakarta: PT. Grasindo

Read more ...

MENOPOUSE

    Menopuse bisa disebut juga klimakterik atau perubahan kehidupan yaitu penghentian fisiologis haid berhubungan dengan kegagalan fungsi ovarium selama fungsi reproduksi menurun dan berakhir. Menopouse merupkan fenomena patologis yang merupakan bagian normal dari proses penuaan dan maturasi. Mentruasi berhenti dan karena ovarium tidak lagi aktif, organ-organ reproduksi menjadi mengecil, tidak adanya ovum yang matur sehingga tidak ada lagi hormone ovarium (ekstrogen ) yang dihasilkan (Brunner  and Suddart, 2002). Sedangkan Menurut Morgan & Hamitton (2003) menyebutkan menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen akibat kegagalan ovarium. 6 % wanita mengalami menopause pada usia 35 tahun, 25 % pada usia 44 tahun , dan 75 % pada usia 50 tahun serta 94% pada usia 55 tahun.
      a.     Etiologi Menopouse (Morgan & Hamitton ,2003)
1)      Kadar Ekstrogen dan progesterone mulai berfluktuasi tidak teratur .
2)  Sel yang melekat pada folikel ovarium tidak lagi berespon terhadap hormo FSH (Folicle Stimulating Hormone) atau LH (Luteining Hormone) menyebabkan siklus menstruasi yang tidak menghasilkan sel telur.
3)      Menopouse pembedahan: pengangkatan ovarium dan uterus akan menyebabkan gejala perubahan yang cepat. Pengangkatan uterus saja akan memfasilitasi ovarium untuk tetap memproduksi ekstrogen dan tanda perubahan akan lebih bertahan
     b.   Tanda dan gejala menurut Kuntjoro (2002) cit Mutingatun (2006)
1)      Ketidakteraturan siklus haid, terjadi fluktuasi dalam siklus haid, waktu haid biasnya muncul tepat waktu , tetapi tidak pad siklus berikutnya. Ketidakteraturan ini disertai dengan jumlah darah yang banyak tidak seperti haid normal. Biasnya pada keaadaan haid normal terjadi 3-4 hari namun pada keadaan ini akan berakrir ssetelah satu minggu atau lebih.
2)      Gejolak Rasa Panas
Arus panas muncul saat darah haid mulai berkurang dan berlangsung sampi hai benar-benar berhenti. Arus panas ini disetai dnegan rasa gelitik disekitar jari-jari kaki maupun tangan kepala maupun seluruh tubuh. Munculnya hot flases ini sering diawali pada deerah dada, leher atau wajah dan menjalar ke beberapa daerah tubuh yang lain disertai pula oleh keringat yang banyak dan berlangsung selama 2-3 menit.  Ketika keringat terjadi di malam hari dapat mengganggu tidur dan rasa letih yang serius bahkan daapt menjurus ke deprsi.
3)      Kekeringan vagina
Terjadi karena leher Rahim sedikit sekali mengekskresikan lender. Penyebabnya adalah kekurangan ekstrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis , lebih kurang dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut sehingga ketika bersenggama akan menimbulkan nyeri .
4)      Perubahan kulit
     Ektrogen berperan dalam menjaga elastisitas kulit, ketika mentruasi berhenti maka kulit akan menjadi lebih tipis, kurang elatis terutama pada daerah sekitar wajah, leher dan lengan. Kulit bagian bawah mata akan menggembung seperti kantong dna lingkaran hitam di bagian ini menjadi lebih permanen dan jelas.
5)      Sulit Tidur
    Sulit tidu atu insomnia lazim terjadi pada waktu menopause, hal ini mungkin ada kaitanya dengan rasa tegang akaibat berkeringat malam hari, wajah memerah dll.
6)      Perubahan pada mulut
     Kemmapuan mengecap menjadi kurang peka. Selain itu wanita dengan menopause akan mengalami gangguan gusi dan gigi sehingga menjadi mudah tanggal
7)      Kerapuhan tulang
    Rendahnya kadar ekstrogen merupakan penyebab proses osteoporosis (kerapuhan tulang). Osteoporosis merupkan penyakit  kerangka yang paling umum dan merupakan penyakit kerangka yang paling umum dan merupakan persoalan bagi yang telah berumur, paling banyak menyerang wanita menopause.
8)      Kegemukan
      Benyak wanita yang mengalami menopause menjadi gemuk. Rasa letih yang biasanya dialami diperburuk dengan perilaku makan yang sembarangan sehingga terjadi penambahan berat badan.
9)      Kondisi Psikologis 
      Pada fase klimakterium, secara patologis  gejala psikosomatik mengalami peningkatan dalam berbagai bentuk, antara lain cemas, gelisah, mudah tersinggung, kesepian, merasa terasing, takut tanpa sebab, susah tidur, gampang lelah, berdebar-debar, cemburu, dan curiga pada suami.
c. Macam –Macam Menopause
1)      Fase premenopause
Fase ini terjadi antara usia 40 tahun dan dimulainya fase klimakterik. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, perdarahan haid yang memanjang dan jumlah darah haid yang relatif banyak,dan kadang-kadang disertai nyeri haid (dismenorea).
2) Perimenopouse : masa yang menjelaskan tenatng tahun-tahun menjelang masa menopause. Masa transisi ini biasanya memeerlukan waktu 4 –5 tahun  dan ditandai dengan ketidakteraturan menstruasi. Konsepsi tampkanya tidak mungkin , tetapi masih dapat terjadi.
3)      Fase menopause
Jumlah folikel yang mengalami atresia makin meningkat, sampai suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup. Produksi estrogen pun berkurang dan tidak terjadi haid lagi yang berakhir dengan terjadinya menopause. Oleh karena itu, menopause diartikan sebagai haid alami terakhir. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan, dan dijumpai kadar FSH darah >40 mIU/ml dan kadar estradiol <30 pg/ml,telah dapat dikatakan wanita tersebut telah mengalami menopause.
4)      Post menopause atau pasca menopause  :  periode yang dimulai sekitar 1 tahun setelah berakhirnya menstruasi dan setelahnya.
5)     Menopouse Artifisial: menopause dini yang disebabkan karena pengangkatan ovarium secara bedah atau radiasi.
Read more ...

DAMPAK KEMOTERAPI

Dan Cara Mengatasi efek samping kemoterapi :
1.    Mual dan muntah
  •  Hampir 80% pasien
  • Anti mual: Zofran, Narfos, Kytril, Primperan, Ativan dll 
  • Waspada tanda dehidrasi
2.    Penurunan jumlah sel darah merah (RBC)
  • Menyebabkan  kekurangan Oksigen, kelemahan
  • Hgb 9.5-10 gm/dl perlu supplemen zat besi 
  • Hgb ≤ 8 gm/dl perlu transfusi 
  • Epogen untuk merangsang produksi RBC
3.    Penurunan  jumlah  sel darah putih (WBC/ Lekosit)
  • Resiko tinggi terhadap infeksi
  • Growth Factor (GCSF):  leukokine/ granocyte untuk merangsang pembentukan Lekosit
  • Ruang/kamar terpisah dari orang yang menderita infeksi (FLU atau penyakit menular lainnya) 
  • Cuci tangan dengan benar 
  • Ukur  suhu tubuh tiap 4-6 jam 
  • Perhatikan: demam, tanda infeksi spt batuk/pilek dan jumlah lekosit dalam darah
  • Batasi pengunjung
  • Hindari tanaman hidup
  • Makanan: buah berkulit, dimasak matang, hindari makanan mentah/lalap
4.    Penurunan jumlah trombosit
  • Observasi adanya perdarahan di urine/kotoran
  • Hindari penyuntikan secara secara langsung
  • Gunakan pencukur elektrik
  • Hindari penggunaan kateter dan termometer dubur
  • Hindari trauma mulut dengan penggunaan sikatgigi lembut, hindari penggunaan dental gloss dan jangan makan permen yang keras
  • Batasi pergerakan/ aktifitas berlebihan untuk mencegah perdarahan otak
  • Jika perlu gunakan "stool softeners" untuk menghindari mengejan
  • Tranfusi trombosit jika medis mengindikasikan
5.    Mukositis
  • Perlukaan pada dinding rongga mulut/saluran cerna
  • Kumur2 dengan  ½ NS dan ½ peroxide setiap 12 jam
  • Obat Topical analgesic
  • Hindari  mouthwash yang mengandung alkohol
  •  Hindari makanan yang pedas dan keras
  • Monitor  status nutrisi pasien
 



6.    Rambut  Rontok
  • 2-3 minggu  setelah pengobatan
  • Semua rambut termasuk alis dan bulu mata
  • 4-8 minggu setelah pengobatan akan tumbuh kembali
  • Pergunakan wig/ kerudung/ topi  
  • Perawatan kulit kepala tidak berlebihan
7.    Gangguan Saraf  Tepi
Read more ...

KEKERASAN PADA ANAK

Parent–Child  Interaction  Therapy:  A  Manualized  Intervention For The Therapeutic Child Welfare Sector
Penulis : Rae Thomas, Amy D. Herschell. Tahun 2013

Kasus:
Sarah adalh ibu single dari 3 anak laki-laki yang berumur 3,5, dan 6 tahun. Dia dilihat telah melakukan kekerasan anak setelah infestigasi disiplin fisik. Kemudian dia dirujuk untuk dibawa ke layanan intervensi tersier untuk orang tua.  Setelah diobservasi, ternyata sarah mendapat kekerasan dalam rumah tangga dari suaminya, dia mengalami kesulitan keuangan, perasaan tidak mampu sebagai orang tua, strategi disiplin yang  terbatas, dan frustasi dengan pengasuhan anak bungsunya (John).
Sarah melaporkan bahwa John memiliki eringai yang tantrum yang tidak diketahui penyebabnya sehingga dia agresif pada saudara-saudarnya.  Dia pernah akan memukul dan mecaci maki saudaranya ketika terdapat masalah atau jika tidak mampu memilki cara dalam menghadapi sesuatu. John dilaporkan menjadi agresif di tempat penitipan anak. Sarah melaporkan dia tidak mengetahui bagaiman menangani keagresifan dari John dan dia akan memukul dan menyeret John ke kamarnya. Kadang-kadang terjadi atau tidak. Sarah melaporkan merasa tidak berdaya pada peranya sebagai orang tua dan mengidentifikasi perilku John sebagai teratmen utama.
PCIT  adalah pengembangan untuk keluarga dengan anak yang berusia 3-7 tahun dengan krietria klinis mengalami  masalah perilaku . PCIT juga merupakan Evidence Based Traetment (EBT) untuk keluarga dengan anak yang memilki pengalaman kekerasan fisik.PCIT menggambarkan 2 model yang menawarkan strategi untuk mendukung hubungan orang tua dan anak yang positif serta mengatur tingkah laku yang menganggu.
PCIT memliki 2 tahapan yaitu Child  Directed  Interaction  (CDI)  and  Parent  Directed  Interaction  (PDI). Masing-masing fase mengajarkan pada orang tua keterampilan komunikasi untuk memelihara hubungan yang postif antara orang tua dan anak  dan perbedaan strateginya pada reinforrcemen . Persamaan dengan terapi pada orang tua yang lain adalah terdapat sesi mendidik yang didesain untuk mengajarkan keterampilan khusus orang tua. Keunikan dari aspek PCIT adalah sesi pelatihan  langsung yang berfokus pada treatment sisa. Sesi pelatihan menyediakan orang tua dengan umpan balik yang segera dan pengulangan implementasi keterampilan.  Kemajuan dari PCIT berdasarkan pada pengkajian mingguan dan transisi dari CDI ke PDI muncul ketika sebelum menentukan keterampilan pada fase pertama dicapai. Rata-rata lama treatmen adalah 12 sampai 16 minggu.
Pengakajian mingguan didasarkan pada pengukuran yang lengkap pada masing-masing sesi untuk memonitor tingkah laku anak keterampilan orang tua. Monitoring dan koding dari keterampilan orang tua diambil pada saat sesi pengkajian  yang dilakukan sebelum dan sesudah treatmen mingguan selama 5 menit pertama dari masing-masing sesi.. Treatmen dilengakpi ketika orang tua dengan sukses dan teratur dapat mengusai kriteria dari fase CDI dan PDI , ketika tingkah laku anak masih dalam batas normal serta orang tua mengekspresikan pemahaman terhadap perubahan kepemilikanya dan peran di dalam sisitem keluarga.

Dua bagian penting dalam proses pengkajiian PCIT  untuk menyesuain pengobatan. Pertama orang tua dan anak akan selama 25 menit bermain scenario yang kemudian akan diidentifikasi kelemahan dan kekuatanya oleh terapi. Pengamatan dilakukan pada keterampilan orang tua dan juga respon pada anak. Pengamatan ini merupakan konseptualisasi masalah terapis dan akan didiskusikan bersama dengan orang tua. Kedua orang tua diundang untuk membangun tujuan yang spesifik bagi dirinya dan anaknya. Kebutuhan diidentifikasi melalui observasi terapi dan juga bentuk  tujuan orang tua yang mendasari teknik pelatihan pada masing-masing keluaga dan kemudian akan dibahas kembali oleh PCIT.
Sarah melaporkan sebagai seorang tua yang menemukan masalah tingkah laku anaknya yang bernama John dan dia merasa tidak mampu untuk menangani secra sensitive. Selama pengkajian awal sarah dan john diminta bermain bersama sekitar 25 menit, 10 menit pertama sarah diminta untuk mengikuti permainan John,  5 menit digunakan untuk periode pemanasan  dan 5 menit untuk dicodekan. Sarah diminta untuk melakukan kegiatan dengan hangat dan sensitif . dia mengikuti langkah tersebut hingga tertawa namun gangguan itupun muncul dan yang membuat dia melihat ruangan dan tidak bias focus pada permainan. Dia bertanya pada John sebanyak 20 pertanyaan dalam waktu 5 menit.  Sesudah itu 10 menit ganti bermain peran dengan mengikuti aturan orang tua, 5 menit pertama untuk pemanasan 5 menit berikutnya untuk pengkodean. Sarah membuat perbedaan dengan melembutkan suara dan ragu-ragu nadanya. Setelah permainan selesai sarah diminta untuk membirakan John bermain bersama dengan permainanya. Secara konseptualisasi sarah yang memeberikan banyak pertanyaan akan membuat focus untuk menjawab dan bertanya. Sarah juga kurang memuji atas tindakan yang dilakukan oleh John. Ketika terapi dia dapat tertawa dan tersenyum tetapi hanya berlangsung tidak lama.
Tahap 1 PCIT : CDI
Berfokus pada mengatur keterampilan dari tingkah laku pada orang tua dan teknik kmunikasi (yang dikenal sebagai keterampilan PRIDE) untuk memperkuat hubungan orang tua dan anak.  Secara khusus orang tua akan diajari untuk melakukan  pujian yang positif terhadapa perilaku anak yang positif sehingga membuat perilaku anak yang social dan ynag diinginkan. Pernyataan anak akan menjadi keterampilan mendengarkan, meniru dan menggambarkan permainan anak untuk meningkatkan harga diri anak dan menikmati permainan yang dapat menciptakan kretivitas yang positif. Orang tua diaajari untuk tidak menggunakan pernyataan yang bertanya, memerintah, kritik. Anak-anak dalam PCIT adalah anak yang patuh dan agresif. Orang tua diajarkan untuk tetap  tidak terlibat dengan anak sementara anak terlibat dalam perilaku yang tidak diinginkan kecil yang akan biasanya "umpan" orangtua dan menghasilkan reaksi (misalnya, berbicara agak kasar, menyambar), dan untuk membatasi penggunaan
mengendalikan bermain dengan mempertanyakan, menginstruksikan, atau mengkritik anak ketika
 bermain. Tujuan dari strategi ini adalah untuk membangun hubungan yang positif dan hangat antara anak dan orang tua, memberikan praktik orang tua dalam pengelolaan perilaku yang efektif, mengajarkan pada orang tua terhadap perilaku yang akan hilang jika anda tidak bereaksi dan mengizinkan anak untuk memimpin interaksi. Teknik management perilaku berfokus pada tingkah laku positif daripada  negatif  anak. Anak perlu diberikan  pujian dan perhatian pada kenakalanya.
Penerapan dalam kasus :
Tujuan dari CDI pada kasus adalah untuk meningkatkan peritiwa positif ketika bermain antara John dan Sarah . Sarah memiliki keterbatasan untuk dapat dipatuhi dan memberikan pujian pada John, ini berdasarkan hasil pengkajian pengamatan.  Salah satu tujuanya adalah untuk meningkatkan keterampilan PRIDE  dan mengurangi pertanyaan kontrolnya  dan instruksi untuk menciptakan lingkungan yang penuh hormat dan menunjukkan pujian untuk meningkatkan tingkah laku complain anak.  Dengan mencerminkan pernyataan dan meniru dramanya, Sarah menunjukkan kepada John bahwa dia sedang mendengarkan, tertarik komentarnya dan berpikir ide-ide yang layak ditiru. Ketika meningkatkan refleksi dan deskripsi , John memprakarsai interaksi yang lebih bersma ibunya.
Pada sesi CDI 2 karena ketidakpatuhan dan usia yag masih muda dia mebanting mainanya di atas meja, sambil melihat wajah Sarah serta melihat bagiamana respon ibunya. Ibunya diminta untuk menagbaikan tingakh laku anak yang negative dan ketika tingakh laku anak positif dia diminta untuk memujinya dan melanjutkan untuk bermain. Dengan  tenang dan nafas dalam dia dianjurkan untuk mengontrol stresnya. Pada sesi 6 Sarah telah mengusai kemampuan kriteri PRIDE dan anak juga telah merubah tingakh lakunya menjadi tidak nakal lagi ketika CDI selesai. Ini membuat dia lebih nyaman hidup di rumah tetapi kendalanya adalah hal kepatuhanya John hanya karena perntah ibunya.  Tapi perilaku ini juga tidak efektif pada beberapa perilaku nakal dari John.
Tahap 2 PCIT : PDI
Tujuan dari PDI bagi orangtua untuk memperoleh dan menunjukkan kemampuan untuk menetapkan batas, menjadi konsisten dan adil dalam menerapkan strategi disiplin, dan untuk mengurangi ketidakpatuhan anak. Dalam mencapai ha ini (a)  orang tua diajarkan untuk memberikan instruksi,  (b) mengajarkan menggunakan prosedur yang time out, (c) membantu menyeimbangkan  aturan rumah tangga serta aturan tingkah laku public serta (d)  mengkaji respon tetap pada tingkah laku buruk anak. Sesi pertama anak, orang tua bersama terapis bersama-sama dalam sebuah pertemuan dimana anak akan belajar aturan yang baru. Teknik ini biasanya disebut Mr . Beruang karena menggunakan sebuah beruang yang akan memenuhi atau tidak memenuhi intruksi.  Terapi akn membiarkan kedekatan dan kebersamaan antara anak dan orang tua sesuai dengan instruksi yang diberikan.  Instruksi tersebut pendek, langsung dan sopan . Orang tua diajrkan untuk memberikan intruksi dan melihat kepatuhan anak (dengan mnghitung dari diam sampai lima ), jika kepatuhan tidak datang aka diberikan instruksi dan pilihan kedua diiukuti oleh diam sampai   lima. Anak tersebut kemudian diminta untuk duduk di kursi . Jika anak tidak sesuai orang tua diminta menggunakan bak up dalam waktu yang terbatas.  Pujian lulus diberikan pada anak yang mematuhi dengan langsung. Pujian yang sedang dapat diberikan setelah pilihan kedua.  Pengakuan diberikan setalah pemenuhan timeout selesai.  Setelah timeout selsai anak masih perlu pengajaran orang tua lebih lanjut.
Penerapan dalam Kasus:
Sarah bersemangat dalam melakukan PDI namun dia khawatir terhadap reaksi John dalam instruksi. Namun, dia memilki pengalaman keberhasilan dalam tahap CDI merupakan factor untuk menngkatkan ketermpilan orang tua.  Pada fase awal  PDI John harus pergi ke kursi dalam satu sesi . Namun sesi perkembangan, dia belajar bahwa ibunya akan konsisten menerapkan konsekuensi , frekuensi sampai hingga akhirnya dia tidak harus pergi ke sebuah kursi time-out. Tantangan terbesar Sarah adalah untuk mengatasi antisipasinya dari volatilitas John.  Terapis sadar bahwa akan sering terlibat dalam memantau emosional Sarah terhadap perilaku John.  Terapis akan memberikan dukungan pada sarah ketika distress itu muncul. Sebelum memulai sesi terapis akan bertanya pada Sarah bagaimana mengontrol emosinya . Sepanjang PCIT Sarah menjadi lebih dapat mengontrol emosinya , sanggup untuk mengalami dan mengelolan ketidaknyamanan dan mengahadapi perilaku buruk John untuk cara yang positif dan konsisten. Setelah 7 sesi PDI , Sarah mampu mempertahankan ketrampilan PRIDE  dan menerapkan prosedur time out tanpa pembinaan. Sarah melaporkan John jaranng pergi time out .  Penitipan John juga memaparkan perilaku postif John . Sarah telah memaparkan procedure time out dan mereka menggunakan versi modifikasi pada seluruh anak dnegan sukses. Sarah juga melaporkan menggunakna metode ini pad akedua ankanya yang remaja.
Bukti efektivitas PCIT telah ditunjukkan untuk berbagai tingkat dalam populasi yang beragam. Sebagai contoh, perubahan perilaku anak positif telah didokumentasikan dalam studi yang dilakukan dengan ibu depresi (Timmer et al., 2011), untuk anak-anak dengan gangguan bahasa (Allen & Marshall, 2011), autisme (Solomon, Ono, Timmer, & Goodlin-Jones, 2008),gangguan intelektual (Bagner & Eyberg, 2007), dan disesuaikan untuk depresi (Lenze, Pautsch, & Luby, 2011) dan cemas (Pincus et al., 2005) anak-anak. Selain itu, hasil positif untuk anak-anak dan orang tua mereka juga telah dilaporkan untuk keluarga beragam budaya (misalnya, BigFoot & Funderburk, 2011; Leung, Tsang, Heung, & Yiu 2009).

Dalam menanggapi keragaman pelatihan, PCIT Internasional (www.pcit.org) telah menciptakan pedoman (Pedoman Pelatihan PCIT,2009) untuk mendukung pelatihan yang berkualitas tinggi dalam PCIT. Dalam rangka untuk menerima pelatihan PCIT, dokter harus: (1) memegang gelar master atau
yang lebih tinggi di kesehatan mental (2)menjadi aktif kerja dengan anak-anak  dan keluarga (3)
menjadi
berlisensi dalam prakteknya atau menerima pengawasan dari orang berlisensi terlatih dalam PCIT. Sebuah lembaga harus: (1) menyediakan ruang yang sesuai (misalnya, ruang bermain,ruang observasi, ruang waktu) dan peralatan (misalnya, langkah-langkah penilaian, bug-in-the-ear perangkat) untuk PCIT, (2) melayani populasi klien yang sesuai untuk PCIT (misalnya, 2,5-7 tahun dengan gangguan perilaku ) dan (3) mengizinkan dokter untuk ikut di latihan dan konsultasi tanpa hukuman untuk kerugian . Saat ini, pedoman pelatihan PCIT (2009), memerlukan komitmen dari 1 tahun. Pelatihan terdiri dari 2 pelatihan dydactic  (1 selama seminggu, kedua selama 2 hari) dan pengawasan yang ketat dari pelatih PCIT. Dokter juga harus memenuhi  kompetensi yang ditentukan,dan menyelesaikan paling sedikit 2  kasus PCIT.
Daftar Pustaka:
Thomas, R , Amy, D.H .2013. Parent–Child  Interaction  Therapy:  A  Manualized  Intervention For The Therapeutic Child Welfare Sector. Child  Abuse  &  Neglect  xxx (2013) xxx–   xxx retrivaid from http://dx.doi.org/10.1016/j.chiabu.2013.02.003
 
Read more ...

Pengikut

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.